Saturday, April 23, 2011

Jancuk Itu Relatif

Terinspirasi oleh mbah Sujiwo Terjo sebagai presiden Jancukers yang sudah dengan gamblang menggambarkan apa itu arti kata jancuk disini, saya sebagai ABG yang labil dan mudah terpengaruh, dengan riang gembira mengiyakan dan menyetujui pandangan doi tentang Jancuk.

Bagi sebagian orang mungkin terdengar kasar dan sedikit tidak merdu di telinga, itu dikarenakan sejak dari lahir kedunia (terutama bagi orang Jawa) kata tersebut sudah merupakan kata yang haram untuk di ucapkan di muka umum tanpa pernah dibahas darimana asal usul dari cap trendi bernama kasar dan haram tersebut.
Kalo dikembalikan teori bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah relatif maka saya akan berargumen bahwa jancuk itu kasar hanya bagi orang yang menganggap itu kasar. Contohnya saja di Bali, disini dengan entengnya orang ngomong Jancuk tanpa rasa berdosa dan memang kata itu tidak mengandung dosa kok, jadi ya sah sah saja diucapkan sampe sehari 1999 kali misalnya.

Sebenarnya yang ingin disampaikan disini bukan kata jancuk ato kata2 kasar lain yang ada di kamus bahasa Indonesia. Yang ingin di ungkapkan adalah realita bahwa masih banyak orang yang menilai bahkan menghakimi seseorang hanya dari perkataan dan tutur katanya. Misalkan sebut saja Ketela Pohon (bukan nama sebenarnya) dalam keseharianya memang hobi menggunakan kata2 sampah. sudah pasti doi si Ketela Pohon akan di cap sebage preman ato bromocorah oleh masyarakat. Padahal kita mungkin tidak tau bahwa sebenarnya si Ketela Pohon adalah tukang semir sepatu yang merupakan tulang punggung keluarganya karena ditinggal mati oleh bapaknya sejak dia kelas TK, hanya saja mulut si Ketela Pohon agak sedikit rusak gara2 tuntujan jaman yang semakin kuno dan kejam. lho analoginya kok gak nyambung?  ha ha ha ha

Baiklah kita ambil contoh yang lebih nyambung. Misal Gayus tambunan si tukang nyolong uang rakyat. Saya yakin dalam keseharianya di depan public doi kagak pernah memakai kata2 kotor dalam menghadapi client2nya.
Misalkan si Gayus Tambun ini gak ketauan tukang colong, pasti kita sebage rakyat Indonesia akan mengecap doi sebage orang yang normal2 saja, sopan dan suka liburan ke Thailand dan bersantai di pante ato kolam renang. bandingkan dengan si Ketela Pohon, padahal si Ketela Pohon melakukan tugas lebuh mulia daripada Gayus yang bisanya cuman bisa nyolong untuk menghudupi keluarganya. Siapakah yang lebih bajingan? kita lah yang menilai.

Kalo ane sendiri memang penganut dan pengguna kata2 kotor tapi sebenarnya berhati seperti Ketela Pohon. ha ha ha ha

Sekian . . . .

Note : saya menggunakan 1999 dikarenakan bagi penganut aliran klenik di tahun 1999 akan terjadi KIAMAT dan itu tidak terbukti